Sistem Kesehatan Indonesia

looking health as a part of a system..

Monday, November 15, 2010

We licensed to CURE (not to KILL)

Dokter adalah tangan Tuhan. Begitu salah satu ungkapan yang pernah saya dengar. Melalui dokter seseorang yang sakit dapat menjadi sembuh atau bahkan menjadi mati. Faktanya adalah dokter juga seorang manusia yang penuh dengan keterbatasan. Saat dokter berbenturan dengan keterbatasan inilah lahir apa yang disebut malpraktek. Ketidakpuasan pasien terhadap hasil pengobatan maupun hasil pelayanan akhirnya dapat menimbulkan sengketa medis.

Lalu muncul pertanyaan apakah dokter dapat dipidanakan? Dahulu, tenaga-tenaga kesehatan terlihat kebal hukum. Namun, seiring dengan lahirnya UU praktek kedokteran No 29 tahun 2004, dokter dan tenaga kesehatan dapat dipidanakan.


Tuntutan pidana makin sering digunakan sebagai salah satu cara dalam gugatan kasus malpraktek. .Namun kenyataannya tidak mudah untuk memidanakan dokter. Membuktikan adanya kesengajaan dalam praktek kesehatan bukanlah hal mudah. Mengingat betapa panjang jalan yang harus ditempuh untuk memperoleh predikat ‘dokter’, saya rasa tidak ada seorang dokter pun yang dengan sengaja melukai, membunuh, ataupun membuat pasien sengsara dengan kesengajaan. Selain itu dalam praktek kesehatan tidak memiliki standar point yang kaku tapi sangat terpengaruh oleh faktor dari tiap individu. Pelayanan yang sama untuk kasus yang sama dapat menghasilkan hasil yang jauh berbeda.Contohnya saja Sindroma Steven Johson sindrom karena reaksi anafilaktik (alergi sistemik) yang sangat sulit diprediksi kejadiannya. Namun, sekali lagi banyak pertimbangan yang harus dipikirkan. Apabila kelalaian tersebut dinilai berat, atau berupa ketidak hati-hatian yang berakibat fatal,pembiaran yang mengakibatkan luka berat, kecacatan sampai kematian, maka dapat dipidanakan.


Tuntutan pidana hendaknya menjadi pilihan terakhir. Pada tahun 2009, dikeluarkan UU no 36, dimana pada pasal 29 disebutkan bahwa apabila tenaga kesehatan melakukan kelalaian tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu melalui MEDIASI. RESTORASI JUSTICE juga menjadi solusi lain yang ditawarkan. Pada Restorasi Justice dilakukan dengan pemberian ganti rugi kepada pasien atau korban. Metode ini sudah banyak digunakan sebagai bentuk pemidanaan. Sehingga dokter yang bersangkutan tidak harus menjalani proses peradilan pidana yang dapat berdampak bagi karirnya. Jangan sampai, karena aturan hukum yang sangat ketat, lulusan-lulusan dokter takut untuk berpraktek dan memilih beralih ke profesi lain sehingga akan memperbesar defisit tenaga kesehatan di Indonesia. Namun juga jangan sampai dokter-dokter yang sudah melakukan praktek kesehatan ini, dibiarkan tanpa control dan tanpa perlindungan terhadap pasien.













1 comments:

ya aku memang setuju, bahwa dokter itu tidak ada niat untuk melukai ataupun membunnh pasiennya...

tapi ya setidaknya dalam prakteknya,
seorang dokter haruslah mengikuti standard operational procedure (SOP) yang ada,

kalau semua SOP sudah dilakukan,
dan kenyataannya pasien sudah meninggal,
berarti menurut saya dokter tidak dapat di salahkan, sebab dokter tersebut telah melakukan ikhtiarnya dengan maksimal,

tapi kalau si dokter itu tidak mengikuti SOP yang ada, dan kemudian pasien meninggal,
maka dokter tersebut dapat disalahkan karena telah dianggap lalai dan ceroboh, dalam hal ini si dokter tidak melakukan ikhtiarnya dengan maksimal...
 

Post a Comment