Larangan untuk tidak merokok di tempat umum mulai diregulasi ketika Surat Edaran (SE) Nomor 40/874-Huk 2008 tentang larangan merokok tertanggal 18 Juni 2008 dikeluarkan Wali Kota Depok . Selanjutnya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah mengeluarkan Peraturan Gubernur Nomor 88 tahun 2010 yang isinya tentang pelarangan merokok di tempat umum seperti mall, perkantoran restoran dan cafe. Selain itu setiap pengelola gedung juga harus menutup ruang untuk merokok. Peraturan gubernur tersebut mulai diberlakukan 1 November 2010 ini. Namun bagaimana implementasinya?? Peraturan berakhir tanpa perwujudan, kontrol, dan sanksi yang jelas bagi mereka yang melanggar. Peraturan ini dirasa prematur dan setengah-setengah. Mengapa pemerintah terlihat takut-takut kalau membuat regulasi tentang ROKOK???Lihat saja, harga rokok yang dijual dengan murah dan bebas..
Indonesia adalah negara jumlah pabrik rokok terbanyak di dunia, Beberapa perusahaan rokok terkemuka tanah air merupakan penyumbang pajak terbesar. Belum lagi rokok menyerap sangat banyak tenaga, khususnya buruh. Bayangkan saja dalam sebuah pabrik rokok, ratusan bahkan ribuan buruh yang dipekerjakan untuk ‘melinting’ dan ‘mengepak’ rokok sebelum dipasarkan. Petani tembakau, buruh, pengecer, yang sebagian adalah masyarakat kecil berpendidikan rendah mengepulkan dapur mereka dari batangan-batangan rokok yang dibakar tiap harinya. Menegakkan regulasi larangan merokok ditempat umum berarti memberi batasan tegas bagi para perokok. Keterbatasan ini ditakutkan akhirnya akan mengurangi minat untuk menghisap rokok, mengurangi produksi rokok, yang pada akhirnya ditakutkan akan berujung pada pengurangan tenaga kerja. Sebuah ancaman bagi negara dengan jumlah pengangguran yang sudah cukup tinggi ini
Berbicara soal rokok, hendaknya tidak hanya melihat dari sisi ekonomi. Akan tetapi menyandingkannya dengan sisi lain, yaitu sisi kesehatan. Apakah keuntungan yang diperoleh dari pabrik rokok yang digadang-gadang sangat besar itu melebihi kerugian karena beban penyakit yang ditimbulkannya? Ternyata tidak, memang terlihat untung padahal rugi besar. menurut TCSC IAKMI, Pemerintah mengeluarkan Rp 167 triliun karena penyakit akibat rokok, padahal pendapatan dari cukai rokok hanya Rp 32,6 triliun. Sekali lagi, Pemerintah harus dengan cermat melihat fakta yang ada.
Merokok adalah pilihan, namun memilih untuk tidak merokok juga adalah sebuah pilihan. Memberikan larangan merokok di tempat umum atau mewajibkan pengelola gedung untuk membangun smoking area adalah solusi terbaik untuk melindungi kenyamanan dari kedua belah pihak karena asap yang dihasilkan oleh pembakaran rokok itu selain dihirup oleh perokok itu sendiri (main stream smoke) juga dihirup oleh orang di sekitar (sidestream smoke). Jadi tidak ada alasan lagi bagi pemerintah untuk ragu-ragu dalam menerapkan regulasi yang sebenarnya sudah ‘setengah’ disepakati ini..
0 comments:
Post a Comment