Profesi dokter, merupakan profesi yang dianggap sangat mulia. Pekerjaan utama yaitu menyembuhkan mereka yang sakit mencitrakan dokter layaknya seorang malaikat penolong. Mungkin itu juga alasan kenapa warna jas dokter putih, layaknya gambaran malaikat yang ramai divisualisasikan di media. Namun tidak bisa dipungkiri, dokter bukan malaikat yang mengabdi tanpa balasan materi. Secara umum, perilaku dokter, perawat atau tenaga professional lain masih sama dengan profesi lain, yang menekankan pada kompensasi material. Terlebih lagi, jaminan kesehatan oleh pemerintah hanya mampu menanggung 60% dari keseluruhan penduduk,sisanya ditanggung oleh pihak swasta atau dari kantung pasien sendiri (out of pocket). Dari 60% yang ditanggung, 80%nya adalah jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin. Artinya mereka tidak mengeluarkan uang dari kantong mereka sendiri. Namun, 20% masyarakat miskin yang lain, terancam menjadi semakin miskin apabila mereka jatuh sakit kelak.
Dalam memenuhi kompensasi material ada beberapa pintu yang terbuka bagi dokter. Yang pertama, bisa didapatkan dari gaji yang diterima per bulan. Atau bisa juga melalui Kapitasi. Pengertian kapitasi adalah andaikata seorang dokter bertanggung jawab terhadap 1000 orang dalam suatu wilayah yang ditentukan dan setiap orang dianggap memerlukan biaya kesehatan Rp 3000/bulan (entah sakit atau tidak), maka dokter tersebut akan mendapatkan pendapatan sebesar =1000 x 3000= Rp. 3.000.00,00. Yang ketiga adalah dengan pembayaran berdasarkan fee for service, artinya pembayaran diterima oleh seorang berdasarkan jasa pelayanan medis yang diberikan. Yang keempat adalah out of pocket, ini lebih kepada metode pembayaran yang langsung dikeluarkan dari kantong pasien.
Di Indonesia, metode yang paliang akhir yang paling sering dijumpai di praktek dokter sehari-hari. Pasien datang ke dokter, periksa, mendapatkan resep, dan kemudian membayar dokter, dengan tarif yang bervariasi. Ini merupakan efek tidak langsung karena belum berjalan baiknya sistem kapitasi, dan jaminan asuransi yang belum menyeluruh. Ya, variasi, karena belum ada standar resmi tentang tarif dokter di Indonesia. Umumnya diambil dari harga pasar, artinya tarif dipasang dengan harga rata-rata di pasaran. Menentukan standar tarif, bukanlah hal mudah, mengingat rentang pendapatan perkapita yang jauh berbeda antar daerah. Belum lagi ukuran ‘cukup dan layak’ itu sangat subjektif. Namun, bukanlah tidak mungkin untuk dibuat standardisasi dengan analisis yang rinci dan mendalam. Bayangkan apabila masyarakat miskin yang untuk memenuhi kebuthan sehari-hari saja sudah susah, harus menyisihkan sejumlah ‘besar’ dana untuk membayar dokter.
Pemerintah sebenarnya sedang mencanangkan Jaminan Kesehatan Semesta, yang akan menjamin seluruh penduduk pada tahun 2014. Dalam program ini, selain harus dipikirkan bagaimana coverage nya juga hendaknya dipikirkan tentang pemberian kompensasi material yang mumpuni bagi dokter. Sehingga dokter-dokter tidak perlu lagi memungut biaya dari para pesakitan. Sehingga kelak, dokter akan lebih menyerupai malaikat penolong,’ tanpa’ balas jasa.."Help them without unloaded their pocket"
0 comments:
Post a Comment