Gunung Merapi akhirnya kembali meletus pada tahun 2010 ini. Meletusnya gunung ini, bukannya tanpa peringatan. Frekuensi gempa vulkanik yang meningkat tajam sudah menjadi peringatan akan bergolaknya kembali aktifitas Merapi. Tanda alam ini juga sudah ditangkap oleh BPPPK (Badan Penyelidikan dan Pengembangan Kegunungapian), pihak yang paling berwenang mengeluarkan informasi mengenai status gunung Merapi. Pada tanggal 24 September 2010, status Merapi mulai meningkat menjadi Waspada. Status Gunung Merapi kemudian meningkatdari Waspada, Siaga, Awas hingga akhirnya meletus pada tanggal 26 Oktober 2010. Tenggang waktu sebulan,rupanya tidak cukup untuk mengevakuasi warga hingga 33 warga tewas menjadi korban. Satu nyawa rasanya sudah terlalu banyak untuk suatu bencana yang seharusnya bisa diantisipasi.
Kearifan lokal masyarakat lereng Merapi membawa pengaruh besar terhadap
keberhasilan evakusasi warga. Dusun Kinahrejo yang berjarak 4 km, menjadi wilayah yang paling memakan banyak korban. Dusun tempat bernaung Mbah Maridjan. Ya, Sosok yang dikenal sebagai juru kunci Merapi. Penolakan ini serupa dengan yang terjadi pada tahun 2006. Inilah salah satu alasan warga menolak mengungsi. Pemerintah seharusnya bersikap lebih tegas namun tetap menghormati budaya setempat. Misalnya dengan, melakukan pendekatan langsung kepada Mbah Maridjan, agar membujuk warganya untuk bisa turun dan Evakuasi Paksa oleh militer menjadi pilihan sejak awal ketika diplomasi ini mengalami kebuntuan. Memastikan tidak ada warga yang tertinggal dengan alasan apapun sudah menjadi kewajiban pemerintah.
Alasan lain warga menolak turun adalah karena mereka enggan meninggalkan ternak, rumah, dan harta benda. Memang sepele, tapi bagi warga lereng Merapi ternak adalah sumber kehidupan. Evakuasi ternak warga hendaknya bisa menjadi solusi. Memindahkan ternak warga ke lokasi aman, sehingga warga tetap bisa memberi makan ternak tanpa mempertaruhkan nyawa. Daerah yang sudah disterilkan ini juga seharunya dijaga oleh militer, sehingga warga tidak dapat dengan mudah keluar-masuk ketika situasi masih berbahaya. Dengan begitu harta benda warga yang masih tersisa juga dapat dijamin keamannya
Memperbaiki posko pengungsian yang ada merupakan cara lain untuk membujuk warga meninggalkan rumah. Selama ini warga enggan mengungsi salah satunya adalah susahnya pemenuhan kebutuhan dasar. Misalnya saja di posko Pengungsian Wonokerto yang mengambil tempat di SD Jambusari. Air di kamar mandi mati. Sehingga warga harus mengangkut air dari keran untuk dapat mandi. Akhirnya,sebagian besar warga pengungsi disini biasanya kembali ke rumah pada pagi hari untuk sekadar mandi . Padahal tindakan ini sangat berbahaya.Walaupun keadaan di pengungsian tidak akan pernah menyamai nyamannya tinggal di rumah sendiri. Namun apabila pemenuhan kebutuhan dasar warga tidak menjadi kendala. Maka warga akan lebih betah berada di pengungisan.